DEN Ingatkan Bahaya Shale Gas Bagi Lingkungan
"Shale gas diterima Indonesia hanya kabar bagusnya kaya Amerika Serikat (AS) sukses sebagai eksportir shale gas, tapi kabar buruknya jarang keluar," kata Andang, dalam konfrensi pers di Kantor DEN, Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Anggota DEN yang membawahi teknologi ini menambahkan, pengembangan shale gas di negara lain menuai protes dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) karena menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Protes LSM, atas tragedi lingkungan tidak terkontrol betul sehingga air tanah kena," paparnya.
Menurut dia, untuk menghindari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan atas pengembangan shale gas, pemerintah dan pemangku kepentingan harus melakukan riset yang benar dan perturan yang baik.
"Kita bukan menghalangi shale gas, tetapi coba untuk membandingkan prioritas mana saja yang melakukan riset dengan benar," tuturnya.
Selain pengembangan shale gas, pengembangan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) juga harus diperhatikan dampak lingkungannya. "Pembuangan air CBM luar biasa, kan sekarang belum ada aturan khusus," pungkasnya.
Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas membutuhkan waktu sekitar lima tahun.
Potensi shale gas Indonesia diperkirakan mencapai 574 TCF, lebih besar jika dibandingkan gas metana batubara (CBM) yang mencapai 453,3 TCF dan gas konvensional sebesar 153 TCF.
Shale gas Indonesia banyak ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Pengembangan shale gas diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional. (Pew/Ndw
berita selengkapnya silahkan klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar